Selasa, 02 Desember 2014

TERUMBU KARANG


Terumbu karang Indonesia juga termasuk dalam wilayah segitiga karang dunia (coral triangel) yang merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia. Segitiga karang meliputi Indonesia, Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Kepulauan Salomon. Jika ditarik garis batas yang melingkupi wilayah terumbu karang di ke-6 negara tersebut maka akan menyerupai segitiga. Itu sebabnya wilayah tersebut disebut sebagai segitiga karang dunia (coral triangle). Total luas terumbu karang di coral triangle sekitar 75.000 Km2  


Terumbu karang (coral reef) di Indonesia merupakan yang terkaya di dunia. Diperkirakan dari total luas terumbu karang di dunia yang mencapai 284.300 km2, 18 % (85.200 km2) diantaranya berada di wilayah Indonesia. Hal ini juga berkaitan dengan Indonesia yang sebagai negara maritim terbesar di dunia yang memiliki perairan seluas 93 ribu km2. Terumbu karang Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dengan lebih dari 18% terumbu karang dunia, serta lebih dari 2.500 jenis ikan, 590 jenis karang batu, 2.500 jenis moluska, dan 1.500 jenis udang-udangan. Sejauh ini telah tercatat lebih dari 750 jenis karang yang termasuk kedalam 75 marga terdapat di Indonesia.

Kawasan di Indonesia yang memiliki terumbu karang yang cukup baik diantaranya adalah Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat. Berdasarkan sebuah kajian ekologi yang dipimpin oleh The Nature Conservancy (TNC) dengan melibatkan para ahli terumbu karang dan ikan dunia pada tahun 2002, ditemukan sekitar 537 jenis karang dan 1074 jenis ikan di kepulauan Raja Ampat. Ini berarti Kepulauan Raja Ampat merupakan kepulauan dengan jumlah jenis terumbu karang tertinggi di dunia.
Jumlah jenis terumbu karang di Raja Ampat tersebut merupakan 75% dari seluruh jenis terumbu karang dunia yang pernah ditemukan. Walaupun kepulauan Carribean di Amerika tengah dan Great Barrier Reef Marine Park di Australia sangat terkenal, kedua kawasan tersebut hanya memiliki sekitar 400 jenis karang.  

Beberapa kepulauan di Indonesia yang lain juga memiliki jenis karang cukup tinggi.  Seperti di Kepulauan Derawan, Kaltim (444 jenis karang), Pulau Banda (330 jenis). Juga di Nusa Penida (Bali) ,Komodo (NTT), Bunaken (Sulut), Kepulauan Wakatobi (Sultra), dan Teluk Cendrawasih (Papua). 
 Terumbu karang sendiri mempunyai fungsi dan manfaat serta arti yang amat penting bagi kehidupan manusia baik segi ekonomi maupun sebagai penunjang kegiatan pariwisata.

 Manfaat tersebut antara lain:
  • Proses kehidupan yang memerlukan waktu yang sangat lama untuk tumbuh dan berkembang biak untuk membentuk seperti kondisi saat ini.
  • Tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan ribuan jenis ikan, hewan dan tumbuhan yang menjadi tumpuan kita.
  • Sumberdaya laut yang mempunyai nilai potensi ekonomi yang sangat tinggi.
  • Sebagai laboratorium alam untuk penunjang pendidikan dan penelitian.
  • Terumbu karang merupakan habitat bagi sejumlah spesies yang terancam punah seperti kima raksasa dan penyu laut.
  • Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti padang lamun dan magrove.
  • Terumbu karang merupakan sumber perikanan yang tinggi. Dari 132 jenis ikan yang bernilai ekonomi di Indonesia, 32 jenis diantaranya hidup di terumbu karang, berbagai jenis ikan karang menjadi komoditi ekspor. Terumbu karang yang sehat menghasilkan 3 – 10 ton ikan per kilometer persegi pertahun.
  • Keindahan terumbu karang sangat potensial untk wisata bahari. Masyarakat disekitar terumbu karang dapat memanfaatkan hal ini dengan mendirikan pusat-pusat penyelaman, restoran, penginapan sehingga pendapatan mereka bertambah.
Namun yang patut disayangkan, ternyata hanya sekitar 30% saja terumbu karang di Indonesia yang masih bagus kondisinya. Menurut studi yang dilakukan oleh COREMAP (2000), menyimpulkan bahwa kondisi terumbu karang Indonesia yang masih “sangat bagus” hanya 6,1% dan yang berstatus “bagus” hanya 22,68%. Selebihnya dalam kondisi Rusak (31,46%) dan rusak berat (39,76 %).

kerusakan terumbu karangSenada, Wilkinson, ahli terumbu karang dunia, menyatakan bahwa sekitar 40 % terumbu karang Indonesia berstatus “rusak berat” dan hanya 29 % yang kondisinya “bagus” hingga “sangat bagus”. Pun demikian menurut Suharsono yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI dan mulai memantau kondisi terumbu karang di 73 daerah dengan 841 stasiun dari Sabang hingga Kepulauan Padaido, Irian Jaya Barat sejak 1993 sampai 2007. Hasilnya menunjukkan kondisi terumbu karang di Tanah Air pada akhir 2006, 5,2 persen dalam kondisi sangat baik, 24,2 persen dalam kondisi baik, 37,3 persen dalam kondisi sedang dan 33,1 persen dalam kondisi buruk. Kerusakan terumbu karang ini sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia diantaranya adalah penangkapan ikan dengan racun dan bom, pengambilan karang, sendimentasi yang diakibatkan oleh penebangan hutan dan pembangunan kota serta over fishing

Selain itu, kerusakan terumbu karang juga diakibatkan oleh pemanasan global yang berakibat pada peningkatan keasaman kondisi samudra dan pemanasan temperatur.
Melihat fungsi penting terumbu karang bagi kehidupan manusia, maka pada pertemuan APEC di Sydney tahun 2007, Presiden Republik Indonesia – Susilo Bambang Yudhoyono telah mencanangkan perlindungan terhadap terumbu karang di kawasan segitiga karang dunia bersama 6 negara coral triangle lainnya (CT6). Inisiatif CT6 untuk melindungi terumbu karang di coral triangle disebut Coral Triangle Initiative (CTI). Inisiatif ini mendapat banyak dukungan dari negara maju seperti Amerika dan Australia. Sekarang bagaimana dengan Anda?

PENYU BELIMBING

Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) atau Leatherback merupakan penyu terbesar sekaligus juga penjelajah handal lautan. Penyu belimbing mampu mempunyai ukuran panjang hingga 3 meter dengan berat dewasa mencapai 900 kg.
    
Penyu belimbing merupakan satu dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia. Penyu belimbing Juga merupakan salah satu dari enam spesies penyu yang dapat ditemukan di Indonesia. Sayangnya, penyu belimbing pun termasuk salah satu dari 71 hewan langka yang berstatus Critically Endangered. Bahkan termasuk satu dari tujuh reptil paling langka di Indonesia.

Penyu dengan ukuran terbesar dibandingkan jenis penyu lainnya ini di Indonesia kerap disebut sebagai penyu belimbing. Dalam bahasa Inggris disebut sebagai Leatherback, Leathery Turtle, Luth, Trunkback Turtle. Sedangkan dalam bahasa latin mempunyai nama resmi Dermochelys coriacea yang bersinonim dengan Testudo coriacea.


Penyu Belimbing
Penyu Belimbing betina sedang bertelur

Diskripsi fisik dan perilaku. Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) umumnya mempunyai panjang karapas 1-1,75 meter. Sedangkan panjang total umumnya 1,83-2,2 meter. Berat rata-rata penyu belimbing adalah 250-700 kilogram. Meskipun spesies terbesar yang pernah ditemukan (di pantai barat Wales tahun 1988) mempunyai panjang 3 meter (9,8 kaki) dari kepala sampai ekor dengan berat 916 kg.

Penyu Belimbing
Secara fisik, penyu belimbing (Leatherback) agak berbeda dengan penyu laut lain. Bentuk tubuhnya lebih hidrodinamik dibandingkan penyu lainnya. Perbedaan lainnya adalah Karapas penyu belimbing yang sedikit fleksibel dengan tekstur kenyal. Tidak adanya sudut tajam yang terbentuk antara karapas dan bawah perut (Plastron).

Selain ukurannya yang besar, penyu belimbing, sebagaimana jenis penyu lainnya pun sebagai penjelajah lautan yang handal. WWF Indonesia bekerjasama dengan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) pada Juli 2003 memasang transmitter di punggung sepuluh ekor penyu belimbing yang dilepas dari pantai Jamursba Medi, Papua. Pada Mei 2005, berdasarkan pengamatan satelit, penyu tersebut diketahui berada di Monteray Bay, sekitar 25 km dari Golden Bridge, San Fransisco, Amerika Serikat.

Saat menetas, berat penyu belimbing hanya sekitar 200 gram dan langsung berenang ke lautan untuk menjelajah samudera. Penyu ini baru akan singgah di daratan kembali setelah seberat 600 kg hanya untuk bertelur selama tiga jam. Setelah bertelur, sang penyu belimbing akan kembali lagi mengarungi lautan dan kembali lagi untuk bertelur 2-3 tahun kemudian. Uniknya, seperti jenis penyu lainnya, penyu belimbing ini akan setiap kali bertelur cenderung kembali ke pantai yang sama di mana ia ditetaskan meskipun telah mengarungi samudera hingga ribuan mil. Dalam sekali bertelur penyu belimbing mengeluarkan hingga 100-an butir telur, sayangnya diperkirakan hanya satu persen yang kemudian mampu bertahan hidup hingga dewasa.


Penyu Belimbing Berenang di Lautan
Makanan utama penyu belimbing (Dermochelys coriacea) adalah ubur-ubur. Sayangnya, seringkali ditemukan penyu mati lantaran memakan sampah plastik yang dikiranya ubur-ubur.

Habitat, Persebaran dan Populasi. Penyu belimbing (Leatherback) mempunya daerah persebaran yang luas meliputi Samudera Atlantik, Samudera Pasifik, Samudera Hindia, dan Mediterania. Meskipun daerah sebaran dan habitatnya luas namun populasi penyu belimbing semakin hari semakin menurun dratis. Tahun 1982 diperkirakan populasinya 115.000 ekor penyu dewasa. Namun berdasarkan data terakhir (1996) diperkirakan populasinya hanya tinggal 20.000-30.000 ekor saja (IUCN). Bahkan CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) memperkirakan hanya ada sekitar 2.300 penyu betina dewasa yang masih tersisa di Samudera Pasifik.

Penurunan populasi ini diakibatkan oleh perburuan liar untuk diambil daging, cangkang dan telurnya. Pencemaran laut juga mempengaruhi populasi penyu belimbing, tidak sedikit penyu belimbing yang mati setelah memakan sampah plastik yang dikira ubur-ubur. Di samping itu rusaknya ekosistem pantai akibat abrasi pantai atau aktifitas manusia sering kali membuat penyu yang hendak bertelur di pantai urung lantaran merasa tidak aman.

Karena penurunan populasinya yang cepat, IUCN Redlist memasukkan penyu belimbing (Dermochelys coriacea) dalam klasifikasi spesies Critically Endangered (Sangat Terancam Punah). CITES pun memasukkannya dalam daftar Apendiks I yang berarti melarang segala bentuk perdagangan dan perburuannya. Di Indonesia, penyu belimbing (Leatherback) termasuk salah satu hewan yang dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999.

Meskipun termasuk spesies critically endangered IUCN Redlis, terdaftar sebagai Apendiks I CITES, dan termasuk binatang yang dilindungi namun hewan langka ini masih sering diburu baik daging maupun telurnya di wilayah favorit penyu belimbing untuk bertelur, pantai Indonesia.

                                                                    
                                                                  PENYU BELIMBING

Klasifikasi ilmiah: 
Kerajaan   : Animalia
Filum        : Chordata
Kelas         : Reptilia
Ordo          : Testudines
Famili        : Dermochelyidae
Genus        : Dermochelys
Spesies      : Dermochelys coriacea

WWF Terbitkan Panduan Praktik Perikanan Berkelanjutan

WWF menerbitkan Panduan Praktik Perikanan Berkelanjutan atau Fisheries Better Management Practices (BMP Perikanan Berkelanjutan). Panduan Praktik Perikanan Berkelanjutan (BMP) ini berisikan rekomendasi-rekomendasi yang mudah diaplikasikan kelompok pelaku perikanan, yaitu para nelayan, petambak dan pengusaha perikanan. Berbeda dengan panduan-panduan lainnya, Fisheries Better Management Practices (BMP Perikanan Berkelanjutan) terbitan WWF lebih menekankan pada aspek sustainability hingga di level operasional. Pada intinya, Panduan Praktik Perikanan Berkelanjutan atau Fisheries Better Management Practices (BMP Perikanan Berkelanjutan) dapat menjadi panduan proses penangkapan ikan yang tidak hanya memperhatikan kualitas produk tetapi juga menerapkan praktik penangkapan yang ramah lingkungan. Diharapkan dengan itu, ketersediaan sumber daya ikan dalam jangka panjang akan lebih terjamin sekaligus meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir di sekitarnya.

BMP – Panduan Penanganan Penyu sebagai Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch)

Salah satu isi dalam BMP – Panduan Penanganan Penyu sebagai Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch) Panduan Praktik Perikanan Berkelanjutan atau Fisheries Better Management Practices (BMP Perikanan Berkelanjutan) ini diterbitkan dalam 10 seri, yang meliput :


  • BMP – Panduan Penanganan Penyu sebagai Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch)
  • BMP – Panduan Pengoperasian Tuna Longline Ramah Lingkungan
  • BMP – Perikanan Tuna
  • BMP – Perikanan Kerapu dan Kakap
  • BMP – Guidline for Tilapia Aquaculture
  • BMP – Panduan Budidaya Ikan Nila
  • BMP – Budidaya Udang Windu, Tanpa Pakan Tanpa Aerasi
  • BMP – Budidaya Udang Windu, dengan Pakan Tanpa Aerasi
  • BMP – Budidaya Ikan Kerapu
  • BMP – Mencegah dan Mengatasi Penyakit Udang Windu
BMP – Perikanan Tuna


Salah satu isi dalam BMP Perikanan Berkelanjutan – Perikanan Tuna Versi digital Panduan Praktik Perikanan Berkelanjutan (Fisheries Better Management Practices) tersebut dapat diunduh di situs WWF Indonesia. Kesepuluh panduan (dalam versi PDF) itu dikumpulkan di halaman Better Management Practices WWF. Semoga langkah nyata WWF Indonesia dalam menerbitkan Panduan Praktik Perikanan Berkelanjutan (Fisheries Better Management Practices) mampu menjadi angin segar bagi pelaku perikanan di Indonesia untuk tetap beroperasi tanpa merugikan lingkungan hidup.




    Referensi:
    http://www.wwf.or.id/?24961/WWF-Indonesia-terbitkan-panduan-perikanan-untuk wujudkan-
                   perikanan-nasional-berkelanjutan