Selasa, 01 April 2014

PENGAMATAN CHEMORESEPTOR PADA UDANG VANNAMEI

      Perkembangan kegiatan budidaya perikanan yang pesat dengan penerapan sistem intensif telah memunculkan permasalahan berupa penurunan daya dukung tambak bagi kehidupan ikan/udang yang dibudidayakan. Dampak lanjut yang ditimbulkan adalah terjadinya serangkaian serangan penyakit yang menimbulkan kerugian besar. Di antara langkah tersebut adalah melalui aplikasi probiotik yang mempunyai kemampuan dalam mempertahankan kualitas air dan menghambat opertumbuhan mikroorganisme patogen (Mangampa dan Suwoyo, 2010).
       Harpaz (1990) Faktor yang mempengaruhi udang mendekati pakan antara lain berupa sensori berupa kimia, cahaya, osmotik, rangsangan mekanik dan adanya chemoreaktan yang dikeluarkan oleh pakan. Chemostimulan yang dimasukkan pada lingkungan yang terkontrol untuk beberapa spesies Crustacea, dapat memacu perilaku makan, dan dalam kondisi alami, udang menunjukkan respon rangsangan pada campuran kimia yang sangat sinergis (Harpaz, 1990).
          Menurut Susylowati (2012), klasifikasi udang vaname adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Crustacea
Ordo                : Decapoda
Famili              : Penaeidae
Genus              : Penaeus
Spesies            : Litopenaeus vannamei
        Mekanisme stimulus yang sampai ke udang dan diterima oleh organ chemoreseptor adalah senyawa yang terkandung dalam pakan yang dimasukkan dalam air menjadi bentuk ion-ion, sehingga menimbulkan aroma yang khas bagi udang. Rangsangan ini diterima oleh chemoreseptor melalui antenulla dan di transformasi ke otak oleh neuron efferent, kemudian otak akan memprosesnya menjadi tanggapan yang kemudian akan diteruskan ke organ melalui organ efferent. Selanjutnya organ reseptor melakukan gerakan sesuai informasi dari otak (Roger, 1978).
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
         Perubahan tingkah laku yang merupakan gejala klinis dari serangan WSSV terlihat pada udang, berupa penurunan respon terhadap pakan, penurunan aktivitas renang, perubahan warna tubuh, dan adanya bintik putih, serta kerusakan pada organ. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya penularan infeksi WSSV dapat disebabkan melalui pakan alami (Depita, 2004).

Gerak Refleks Pada Katak


 GERAK REFLEKS PADA KATAK
Pada dasarnya, system-sistem organisme bekerja secara selaras dan teratur dalam menyelenggarakan aktivitas metabolisme tubuh secara keseluruhan. Untuk mengontrol dan mengatur kerja system organ tubuh kita memiliki suatu system yang dikenal sebagai system koordinasi atau system syaraf. Sejumlah refleks melibatkan hubungan antara banyak interneuron dalam sum-sum tulang belakang. Sumsum tulang belakang tidak hanya berfungsi dalam menyalurkan impuls dari dan ke otak tetapi juga berperan penting dalam memadukan gerak refleks. Mekanisme gerak refleks yaitu stimulus reseptor neuroafferen (Storer, 1970).
Gerak Refleks Pada Katak (Rana Sp )
Pada umumnya system syaraf mengatur aktivitas alat-alat tubuh yang mengalami perubahan cepat seperti pergerakan otot rangka, pergerakan otot polos, dan sekresi kelenjar. Organisasi system syaraf akan menimbulkan tanggapan terhadap rangsangan yang diterima. Salah satu tanggapan yang akan dipelajari dalam percobaan ini yaitu gerak refleks (Trueb, 1986).
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai penerima dan penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Jadi, jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi dalam tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan khusus yang berhubungan dengan seluruh bagian tubuh (Start, 1991).
Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon tubuhyang sesuai. Sebagian besar integrasi dilakukan dalam sistem sraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang belakang (pada vertebrata). Output motoris adalah penghantaran sinyal dari pusat integrasi ke sel-sel efektor. Sinyal tersebut dihantarkan oleh saraf (nerve), berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran neuron yang terbungkus dengan ketat dalam jaringan ikat. Saraf yang menghubungkan sinyal motoris dan sensoris antara sistem saraf pusat dan bagian tubuh lain secara bersamaan disebut sistem saraf tepi (Romer, 1986).
Gerak Refleks dalam cairan H2SO4
Gerak refleks adalah gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak ini dilakukan tanpa kesadaran. Gerak ini berguna untuk mengatasi kejadian yang tiba-tiba. Mekanisme kerjanya. Rangsang diterima reseptor lalu diteruskan ke sum-sum tulang belakang melalui saraf sensorik. Dari sum-sum tulang belakang, rangsang diteruskan ke efektor tanpa melalui saraf motorik ke otak, tetapi langsung ke otot melalui jalan terpendek yang disebut lengkung refleks (Pearce, 1989).
            Refleks merupakan respon halus otomatis yang baku terhadap suatu rangsangan dan hanya tergantung pada hubungan anatomi dari hewan yang terlibat. Refleks yang divariasi telah ada sejak lahir, sedangkan refleks bersyarat diperoleh kemudian sebagai hasil dari pengalaman. Refleks merupakan sebagian kecil dari perilaku hewan tingkat tinggi, tetapi memegang peranan penting dalam perilaku hewan tingkat tinggi. Refleks biasanya menghasilkan respon jika bagian distal sumsum tulang belakang memiliki bagian yang lengkap dan mengisolasi ke bagian pusat yang lebih tinggi. Tetapi kekuatan dan jangka waktu menunjukan keadaan sifat involuntari yang meningkat bersama dengan waktu (Gordon, 1979).
Penarikan disebut juga respon, untuk melaksanakan hal tersebut terjadi reaksi-reaksi sebagai berikut, stimulus dideteksi oleh reseptor kulit, hal ini mengawali implus-implus saraf pada neuron sensori yang berasal dari reseptor kulit menuju ke tali spinal melalui afektor. Implus ini memasuki tali spinal dan mengawali implus pada neuron motor yang sesuai dan bila impuls ini mencapai antara neuron motor dan otot maka dirangsang untuk kontraksi (Johnson, 1984).
  Rusaknya otak menyebabkan hubungan antara alat-alat vastibuler dengan sumsum tulang belakang hilang, sehingga katak tersebut tidak dapat membalikan tubuhnya ketika ditelentangkan, sedangkan refleks dari kaki depan dan belakang menunjukkan sistem saraf perifer yang mempengaruhi ekstrimitas masih bekerja. Reseptor menerima rangsang yang berupa rangsang mekanis (pijatan) lalu diubah menjadi potensial aksi, sehingga timbul respon. Demikian juga refleks kaki ketika dimasukan ke dalam H2SO4. Refleks pada eksterimitas dipengaruhi oleh sumsum tulang belakang dan bukan dari otak (Frandson, 1992).